Pengunduhan Buah

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan adalah sumber daya alam yang perlu dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelangsungan fungsi dan kemampuannya dalam melestarikan lingkungan hidup. Sumber daya hutan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung berupa hasil hutan kayu dan non kayu serta secara tidak langsung sebagai pengatur tata air, pencegah erosi, pariwisata, serta berbagai penyangga kehidupan yang penting melalui ekosistem flora dan fauna. Pada awalnya, tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria L.) memang kalah bersaing dibandingkan tanaman penghasil kayu lainnya, namun, kini hal itu terabaikan seiring dengan kebutuhan industri pengolahan kayu yang semakin tinggi serta ditambah dengan semakin menipisnya persediaan kayu di hutan alam. Sengon merupakan salah satu tumbuhan yang mudah tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini ditemukan pada tahun 1871 oleh seseorang yang bernama Teysman, tepatnya di pedalaman pulau Banda. Setelah itu Teysman membawa pohon ini ke kebun raya Bogor dan kemudian Sengon tersebar ke berbagai daerah mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan sampai Papua. Pohon Sengon mempunyai banyak kegunaan mulai dari daun, batang/kayu sampai pada akarnya. Kayu Sengon mempunyai berat jenis (BJ) 0,33 dan untuk keawetan dan kekuatan digolongkan kelas IV-V. Kayu Sengon dapat digunakan sebagai bahan bangunan ringan di bawah atap, sebagai penghijauan dan reboisasi, perlindungan dan penyuburan tanah
dan bahan kayu bakar (Marthen, 2013).
Dalam pengembangan hutan tanaman, program pemuliaan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang dapat menghasilkan benih unggul sehingga akan meningkatkan produktivitas tanaman hutan lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan benih biasa. Benih hasil pemuliaan merupakan investasi yang penting dan mahal sehingga perlu ditangani benar agar mutu benihnya, baik mutu fisik, fisiologis, dan genetik tetap terjamin baik (Leksono dalam Yuniarti, 2013).
Sengon yang mempunyai nama latin Falcataria moluccana merupakan salah satu jenis yang dikembangkan dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri maupun Hutan Rakyat di Indonesia. Sengon berbunga sepanjang tahun dan berbuah pada bulan Juni- November (umumnya pada akhir musim kemarau). Jumlah benih/kg dapat mencapai 40.000-55.000 biji atau 30.000 biji per liter. Bunga termasuk besar yang tersusun secara malai, berbilangan lima. Bunga berbentuk seperti bel, panjang calyx 1-1.5 mm, silky pubescent. Kelopak bergigi, tinggi 2 mm. Tabung mahkota berbentuk corong. Bunga biseksual, terdapat organ betina dan pejantan dalam satu bunga. Benang sari dalam stamen banyak, muncul keluar mahkota, panjang stamen 10-17 mm. Tangkai sari berwarna putih, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung dengan panjang 1,5 cm. Cara penyerbukan bunga dibantu oleh serangga dan angin (Rudjiman dalam Baskorowati, 2014).
Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen, juga dikenal dengan nama sengon, merupakan salah satu jenis pionir serbaguna yang sangat penting di Indonesia. Jenis ini dipilih sebagai salah jenis tanaman hutan tanaman industri di Indonesia karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus dan kualitas kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan. Di beberapa lokasi di Indonesia, sengon berperan sangat penting baik dalam sistem pertanian tradisional maupun komersial. Sengon, seperti halnya jenis-jenis pohon cepat tumbuh lainnya, diharapkan menjadi jenis yang semakin penting bagi industri perkayuan di masa mendatang, terutama ketika persediaan kayu pertukangan dari hutan alam semakin berkurang. Jumlah tanaman sengon di Indonesia baik dalam skala besar ataupun kecil meningkat dengan cepat selama berapa tahun terakhir (Krisnawati, 2011).
Jenis sengon (P. falcataria) merupakan jenis cepat tumbuh yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat dalam bentuk hutan rakyat. Tanaman sengon bisa tumbuh optimal apabila mampu memanfaatkan ruang tumbuh secara optimal. Pada garis besarnya ruang tumbuh pohon terbagi ke dalam dua bagian yaitu ruang di atas tanah dan ruang di bawah tanah. Pengaturan ruang di atas tanah dimaksudkan agar tajuk berkembang secara optimal, dan bertujuan untuk menurunkan persaingan intensitas cahaya matahari. Tindakan silvikultur yang sesuai untuk itu adalah pemangkasan dan penjarangan. Pengaturan ruang di bawah tanah dimaksudkan agar akar berkembang secara optimal dan bertujuan untuk mengurangi persaingan hara dan air serta memberikan ruang penyebaran akar dalam tanah. Tindakan silvikultur yang sesuai adalah pengaturan lebar jarak tanam, dan bentuk lubang tanam. Lebar jarak tanam ditentukan berdasarkan kecepatan pemanjangan akar, sedangkan bentuk lubang tanam ditentukan berdasarkan struktur akar (Rusdiana, 2000).
Tujuan
            Tujuan dari praktikum silvika yang berjudul “Pengunduhan Buah” adalah agar dapat melakukan pemilihan dan pengunduhan buah dengan benar. Dan untuk melatih cara pengunduhan benih yang baik, sehingga praktikan dapat mengetahui cara pemilihan bibit yang berkualitas.

TINJAUAN PUSTAKA
Sengon merupakan jenis pohon pilihan untuk dikembangkan pada hutan tanaman industri karena mampu tumbuh sangat cepat, mampu tumbuh pada berbagai macam jenis tanah, memiliki karakteristik silvikultur yang menguntungkan, dan menghasilkan kayu dengan kualitas yang diterima industri panel dan kayu lapis. Oleh karena itu pengusahaan hutan tanaman juga harus dikelola dengan penjadwalan yang baik agar kebutuhan kayu untuk industri tersedia sepanjang waktu pula. Dengan demikian maka diperlukan semai-semai untuk ditanam pada wilayah hutan tanaman yang sudah dipanen kayunya sepanjang waktu. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa semai berkualitas baik dengan yang cukup juga diperlukan sepanjang waktu, yang pada gilirannya memerlukan ketersediaan benih berkualitas dalam jumlah yang cukup pula. Sengon adalah salah satu jenis pohon penting yang dikelompokkan sebagai  MTPS (multi purpose tree species) yang tumbuh cepat. Sengon merupakan pohon asli di wilayah Indonesia, Papua New Guinea, kepulauan Solomon dan Australia. Selain di tegakan alami di wilayah asalnya, saat ini sengon juga ditanam di wilayah tropika lainnya yang meliputi Brunei, Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Laos, Jepang, Fiji, Polinesia,  Kaledonia Baru, Tonga, Kamerun, hingga Amerika Serikat (Krisnawati dalam Achmad, 2012).
Benih adalah sumber kehidupan karena benih merupakan cikal bakal proses kehidupan selanjutnya dari setiap mahluk di alam fana ini. Benih yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula, walau kadang-kadang tidak seluruh sifatsifat induk/asalnya dimiliki namun dari aspek genotipe, benih tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan pasti. Penyediaan benih tanaman hutan yang bermutu tinggi, tersedia dalam    jumlah yang cukup dan berkesinambungan     merupakan salah satu  faktor utama dalam memunjang keberhasilan   pembangunan hutan tanaman di Indonesia (Nurhasybi, 2010).
Mutu benih perlu diperhatikan sebab sangat menentukan keberhasilan usaha pertanaman yang dilakukan. Mutu benih menentukan jumlah benih yang harus disemaikan untuk memenuhi kebutuhan bibit ketika akan menanam, jumlah bibit yang tumbuh menjadi pohon yang normal setalah ditanam, dan jumlah pohon yang memiliki sifat yang diinginkan ketika akan dipanen. Sifat yang diinginkan antara lain: batang yang lurus, diameter besar, bebas cabang yang tinggi, percabangan ringan serta bebas dari serangan hama dan penyakit. Mutu benih tanaman hutan dikelompokan ke dalam 3 golongan yaitu: Mutu fisik benih: yaitu mutu benih yang berkaitan dengan sifat fisik seperti ukuran, keutuhan, kondisi kulit, dan kerusakan kulit benih akibat serangan hama dan penyakit atau perlakuan mekanis. Mutu fisiologis benih: yaitu mutu benih yang berkaitan dengan sifat fisiologis, misalnya kemampuan berkecambah. Mutu genetik benih: yaitu mutu benih yang berkaitan dengan sifat yang diturunkan dari pohon induknya (Mulawarman, 2002).
Di beberapa lokasi di Indonesia, sengon berperan sangat penting baik dalam sistem pertanian tradisional maupun komersial. Sengon, seperti halnya jenis-jenis pohon cepat tumbuh lainnya, diharapkan menjadi jenis yang semakin penting bagi industri perkayuan di masa mendatang, terutama ketika persediaan kayu pertukangan dari hutan alam semakin berkurang. Jumlah tanaman sengon di Indonesia baik dalam skala besar ataupun kecil meningkat dengan cepat selama berapa tahun terakhir. Daerah penyebaran sengon cukup luas, mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores dan Maluku. Menurut laporan Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional, propinsi dengan luas tanaman sengon rakyat terbesar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat, dimana total jumlah pohon yang dibudidayakan di kedua provinsi ini dilaporkan lebih dari 60% dari total jumlah pohon sengon yang ditanam oleh masyarakat di Indonesia (Krisnawati, 2011).
Biji dapat diartikan sebagai suatu ovule atau bakal tanaman yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang terbentuk dari bersatunya sel-sel generatif yaitu gamet jantan dan gamet betina di dalam kandung embrio, serta cadangan makanan yang mengelilingi embrio. Sedangkan benih adalah merupakan biji tumbuhan yang digunakan oleh manusia untuk tujuan penanaman atau budidaya. Biji terdiri dari tiga bagian dasar yaitu embrio atau tanaman baru yang terbentuk dari bersatunya gamet jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang sempurna akan terdiri dari epikotil (bakal pucuk), hipokotil (bakal akar), dan kotiledon (bakal daun). Jaringan penyimpan cadangan makanan. Cadangan makanan yang tersimpan dalam biji umumnya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan mineral dengan komposisi yang berbeda tergantung jenis biji, misalnya biji bunga matahari akan kaya akan lemak, biji legume kaya akan protein, biji padi kaya akan karbohidrat, dll. Pelindung biji, dapat terdiri dari kulit biji, sisa nucleus dan endosperm dan kadang-kadang bagian dari buah. Namun umumnya kulit biji terbentuk dari integument ovule yang mengalami modifikasi selama proses pembentukan biji (Utomo, 2006).
Sengon merupakan tanaman berhabitus pohon yang mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang bervariasi. Akarnya dapat ber- simbiosis dengan bakteri rhizobium dan mem- bentuk bintil akar. Sengon merupakan tanaman intoleran sehingga sesuai untuk mempercepat suksesi penutupan lahan. Daun sengon merupakan pakan ternak yang sangat baik karena mengandung protein tinggi, kayunya banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan dengan berbagai peruntukkannya. Biji terdiri dari tiga bagian dasar yaitu embrio atau tanaman baru yang terbentuk dari bersatunya gamet jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Untuk mengembangkan pembudidayaan sengon perlu ketersediaan bibit yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi. Pertumbuhan bibit yang baik mem- butuhkan media yang sesuai dengan kebutuhannya. Media tumbuh ialah tempat tumbuh tanaman yang menyediakan unsur hara, udara dan air bagi kebutuhan aktivitas fisiologis dan pertumbuhan tanaman. Media tumbuh ber- fungsi sebagai tempat tumbuh dan perkembangan akar serta tempat tanaman mengabsorpsi unsur hara dan air. Jenis dan sifat media tanam berperan dalam ketersediaan unsur hara dan air sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (Sukarman, 2012).
Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan salah satu dari tanaman yang tumbuh cepat di daerah tropis dan telah lama dikenal. Kelebihan dari tanaman sengon adalah daun, buah, pohon dan akar sengon dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Tanaman sengon dapat dimanfaatkan sebagai penghijauan dan reboisasi, pelindung dan penyubur tanah, bahan baku kayu bakar, bahan baku bangunan dan perabotan serta bahan baku pulp kertas. Salah satu upaya untuk mempertahankan kelestariannya dengan melakukan pengelolaan dan pembudidayaan yang tepat dengan teknik budidaya melakukan perlakuan pendahuluan terhadap benih sengon yaitu perendaman air sirih dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas biji sengon dan meningkatkan perkecambaha biji (Zulkarnain, 2015).
Dalam pengembangan hutan tanaman, benih memainkan peranan yang sangat penting, karena benih yang digunakan untuk pertanaman akan menentukan mutu tegakan yang dihasilkan dimasa mendatang. Benih- benih hutan berbeda dengan benih-benih pertanian, sebagian besar benih-benih hutan mempunyai kondisi kulit biji yang keras, terutama pada family Leguminosae, untuk itu jenis yang termasuk dalam kelompok family Leguminosae ini dalam upaya permudaan perlu ditunjang oleh teknik silvikultur yang sesuai. Benih Sengon termasuk benih dengan kulit biji yang keras yang mana merupakan faktor pembatas terhadap masuknya air dan oksigen ke dalam biji. Kulit biji yang keras sulit ditembusi air dan oksigen yang sangat penting dalam proses perkecambahan, untuk itu diperlukan perlakuan khusus atau perlakuan pendahuluan terhadap benih sebelum dikecambahkan. Mengingat pengetahuan dan pengalaman teknik pemecahan dormansi pada benih Sengon sangat kurang, maka perlu dilakukan penelitian bagaimana caranya mengatasi sifat dormasi benih melalui pemberian perlakuan awal yang tepat (Marthen, 2013).

METODE PRAKTIKUM
­Waktu dan Tempat
Praktikum silvika yang berjudul “Pengunduhan Buah”  ini dilaksanakan pada hari Selasa, 1 Maret 2016 pada pukul 15.00 WIB. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Ekologi Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kantongan plastik untuk tempat biji yang dikumpulkan, galah pengunduh untuk mencapai buah yang susah dijangkau, kertas dan alat tulis untuk menulis jumlah biji yang didapatkan pada saat proses pengunduhan, serta kamera yang digunakan untuk dokumentasi saat pengunduhan buah dilaksanakan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, biji Sengon (Paraserianthes falcataria), Saga (Adenanthera pavonina), dan Akasia (Acacia auriculifomis) dengan pembagian yang berbeda setiap kelompok.
Prosedur
1.        Menyiapkan alat dan bahan untuk memulai praktikum.
2.        Mencari pohon yang ditentukan yang akan diunduh buahnya.
3.        Mengumpulkan biji sebanyak mungkin dari pohon yang ditentukan dengan cara menggunakan galah pengunduh untuk mencapai buah yang susah dijangkau, dan apabila tidak memungkinkan dijangkau, maka praktikan dapat memanjat pohon yang akan diunduh untuk memudahkan proses pengunduhan buah, dan praktikan juga dapat mengutip biji-biji yang sudah jatuh di sekitar pohon tersebut.
4.        Menghitung semua biji yang didapat hasil unduhan dari pohon.
5.        Memasukkan data kedalam tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum yang berjudul “Pengunduhan Buah dan Pengenalan Bagian-bagian Biji”, ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1.  Data hasil pengamatan pengunduhan buah dan biji.
No
Jenis
Nama Latin
Jumlah
1
Sengon
Paraserianthes falcataria
80
2
Saga
Adenanthera pavonina
525
3
Akasia
Acacia auriculiformis
28
4
Sengon
Paraserianthes falcataria
105
5
Saga
Adenanthera pavonina
386
6
Akasia
Acacia auriculiformis
13

Gambar 1. Gmelina arborea tanpa perlakuan                                      (terlampir)
Gambar 2. Gmelina arborea diberi perlakuan                                     (terlampir)
Gambar 3. Acacia auriculiformis                                                        (terlampir)

Pembahasan
Dalam praktikum “Pengunduhan buah”, pengunduhan dilakukan dengan mengumpulkan buah dengan jumlah yang banyak, karena mutu suatu benih menentukan jumlah suatu benih yang akan digunakan, hal ini sesuai dengan pernyataan Mulawarman (2002) yang menyatakan bahwa mutu benih menentukan jumlah benih yang harus disemaikan untuk memenuhi kebutuhan bibit ketika akan menanam, jumlah bibit yang tumbuh menjadi pohon yang normal setalah ditanam, dan jumlah pohon yang memiliki sifat yang diinginkan ketika akan dipanen.
Jumlah buah yang didapat dalam praktikum ini sangat bervariasi, ada buah yang jumlahnya banyak seperti buah pohon Saga (Adenanthera pavonina) sebanyak 911 buah dan Akasia (Acacia auriculiformis) sebanyak 41 buah serta pada pohon Sengon (Paraserianthes falcataria) 185 buah. Hal ini bisa saja terjadi karena musim panen yang tidak tepat, hal ini berarti bahwa musim panen buah tanaman hutan bervariasi dan dapat dijadikan 2 kelompok besar yaitu yang berbuah pada musim kemarau (Juni-Agustus) dan disebut dengan kelompok benih ortodoks seperti (Sengon). Sedangkan yang berbuah pada musim hujan biasanya disebut dengan kelompok benih rekalsitran yaitu berbuah pada bulan November-Februari.
Beberapa benih pohon yang sudah disimpan ternyata mengalami kebusukan, hal ini bisa saja karena suhu yang tidak tepat. Dengan pernyataan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa suhu juga mempengaruhi metabolisme serta pengendalian perkembangan tanaman tertentu. Suhu dan kelembaban relatif juga merupakan salah satu fator yang harus diperhatikan dalan penerapan prinsip-prinsip penyimpanan benih.
Permasalahan buah tidak hanya saja pada jumlah beberapa buah pohon  yang diunduh hanya berjumlah sedikit, permasalahan lain adalah beberapa buah pohon yang diunduh sudah busuk, hal ini dapat disebabkan karena buah yang sudah terlalu lama jatuh. Buah pohon yang busuk akan mengurangi jumlah buah yang akan dijadikan sebagai benih, karena untuk membuat benih diperlukan buah yang sehat dan bebas penyakit serta pertumbuhannya cepat.
Untuk mengetahui apakah benih itu sehat dan bebas penyakit, dapat dilihat dari pohon induk buah tersebut, tentunya hal ini juga berhubungan dengan faktor sumber benih, karena mutu suatu benih juga dapat ditentukan dari faktor genetik pohon induknya. Dengan pernyataan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwasanya dalam hal pengunduhan benih, sangat diperlukan beberapa teknis untuk mendapat benih yang baik serta unggul. Benih yang baik berasal dari sumber yang baik juga. Sekumpulan pohon yang telah diidentifikasi pada hutan alam atau tanaman dengan fenotip unggul untuk sifat-sifat penting (misalnya pohon lurus, percabangan ringan) dapat  digunakan untuk sumber benih. Pada saat proses penyimpanan benih, salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah suhu, karena dapat mempengaruhi metabolisme pada tanaman.
          Benih merupakan faktor yang paling menentukan bagaimana bibit yang akan diperoleh. Maka dari itu sangatlah penting memperhatikan benih yang akan disemaikan, apakah benih tersebut berasal dari induk yang berkualitas atau induk yang kurang berkualitas. Maka dapat dijadikan acuan bahwa benih yang baik berasal dari induk yang baik pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhasybi (2010) yang menyatakan bahwa benih yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula, walau kadang-kadang tidak seluruh sifatsifat induk/asalnya dimiliki namun dari aspek genotipe, benih tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan pasti.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.        Pengunduhan secara manual adalah metode yang baik dalam hal mengunduh buah sengon.
2.        Konsentrasi air mengubah warna, kekerasan buah, berat buah, dan juga keadaan buah itu sendiri.
3.        Biji yang paling banyak ditemukan adalah biji saga (Adenanthera pavonina) yaitu 525 biji.
4.        Biji yang paling sedikit ditemukan adalah biji akasia (Acacia auriculiformis) yaitu 13 biji.
5.        Biji terdiri dari beberapa bagian seperti, tembuni, tali pusar, pusar biji, selaput biji, kulit biji, dan inti biji.
Saran
Sebaiknya pada pada saat melakukan praktikum pembelahan biji jati putih (Gmelina arborea), sebaiknya dilakukan dengan hati-hati, agar tidak terjadi kecelakaan seperti tersayat pisau.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad dkk. 2012. Kuantitas dan Kualitas Kecambah Sengon pada Beberapa Tingkat Viabilitas Benih  dan Inokulasi Rhizoctonia sp. Diakses dari http://www.kualitas-dan-kuantitas-kecambah-kecambahsengon.pdf[3Maret 2016][14:50 WIB]

Baskorowati. 2014. Pembuahan pembungaan. Diakses dari http://www.pembuahanpembungaan.org/dephut.pdf[3 Maret 2016][14:20 WIB]

Krisnawati. 2011. Dormansi tanaman hutan Diakses dari http://www.dephut.go.id-Dormansi-tanaman-hutan.pdf [2 Maret 2015][22:25 WIB]

Mulawarman. 2002. Pedoman Lapang untuk Petugas Lapang dan Petani. Diakses dari http://jangkrik-jingklak pdf [3 Maret 2016][14:25 WIB]

Nurhasybi. 2010. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Diakses dari http://www.atlasperkecambahansengon.pdf [3 Maret 2016][14:55 WIB]

Rusdiana. 2000. Identifikasi protein. Diakses dari http://digital-Identifikasi-protein/2012/05/FMIPAUI.pdf [3 Maret 2016][14:45 WIB]

Sukarman. 2012. Pertumbuhan Bibit Sengon pada Berbagai Media Tumbuh. Diakses dari http://eugenia.informasibenih.pdf[3 Maret 2016][14:50 WIB]

Utomo. 2006. Ekologi Benih. Diakses dari http://USURepository pdf[3 Maret 2016][14:50 WIB]

Yuniarti. 2013. Bahan Ajar Silvika Pertumbuhan Pohon. Diakses dari http://onrizal.files.wordpress.com/2009/02/diktat-silvika.pdf[3 Maret 2016] [10:40 WIB]

Zulkarnain. 2015. Pengaruh Lama Perendaman Biji Sengon Menggunakan Air Daun Sirih terhadap Kualitas Benih. Diakses dari http://perlakuan-perkecambahan-sengon pdf [3 Maret 2016][14:20 WIB]



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Akar Tanaman